Jumat, 10 Oktober 2008

Rasionalitas nggak selamanya ideal!

Menurutku, berpikir merupakan salah satu tanda-tanda kehidupan bagi manusia. Menalar sesuatu hingga akhirnya menemukan solusi permasalahan, tentunya hanya bisa dilakukan oleh manusia. So, bagi yang otaknya merasa nggak pernah dipake buat mikir (nama kerennya : nggak pernah susah), berarti dia sama aja kayak tumbuhan! Hehe..

Kita diciptakan sebagai mahluk paling sempurna karena dikaruniai akal oleh Sang Pencipta. So, bagi yang sukanya mengatasnamakan kata hati (nama lainnya : hasrat ato nafsu), berarti dia mirip sama hewan karena mahluk tersebut cuma punya naluri ato insting buat bertahan hidup.

Plis, jangan komentar dulu soal yang satu ini. Karena realitanya, kebanyakan orang yang menggunakan kata hati tanpa diimbangi dengan logika. Hasilnya malah masalah yang didapet. Mirip sekawanan manusia yang hendak menyeberang sungai yang dalam dengan menggunakan sampan. Seharusnya sampan tersebut maksimal hanya bermuatan 10 orang, tapi apa jadinya jika terdapat 5 orang yang memaksa ikut naik sehingga sampan tersebut karam. Mending kalo semua bisa renang, kalo yang nggak bisa ya udah. Wassalam!

Lupakan analogi soal sampan. Kita masuk ke bahasan. Ada apa dengan logika? Menurutku logika juga nggak selamanya bisa diandalkan. Tapi keberadaannya bisa sangat membantu ketika emosi (hasrat/hawa nafsu) sedang menguasai kita.

Rasionalitas nggak selamanya ideal! Begitu kata salah satu temanku. Hmm..aku mengangguk-angguk tapi sambil mikir juga. Belum lama ini aku baru menemukan jawabannya dari seorang dosen. Rasionalitas sebenarnya bukan timbul dari proses nalar. Dia ada karena merupakan akibat dari peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan dan masyarakat terlanjur mempercayainya hubungan sebab akibat tersebut sebagai sebuah fakta. Akhirnya kebiasaan tersebut berubah menjadi mindset hingga timbullah si rasio.

Berbeda dengan penalaran yang memang benar-benar merupakan proses berpikir secara cermat agar mendapatkan solusi terbaik. Hoho, mungkin saja aku berbakat jadi life observer (seperti andrea hirata) karena keseringan menganalisa padahal cuma sok tahu! Hehe..

ok, c yaa!