Rabu, 25 Juni 2008

Petaniku Sayang, Petaniku Malang

Suatu hari aku ngobrol sama adekku.. (tumben)
Aku mengeluhkan lahan sawah di sepanjang Jalan Kaliurang (jakal) yang sepertinya semakin sempit..
Terutama daerah kilometer atas yang sampai saat ini fungsi terpenting lahan tersebut masih sebagai penghasil devisa masyarakat sekitar..
Dan yang nggak kalah penting, lahan tersebut menjadi jalur resapan air ketika hujan mengguyur lereng merapi..

Penting banget khan?
Makanya aku was2 dengan pembangunan demi pembangunan yang semena2 berdiri di atas lahan2 tersebut..
Secara bukan aku dan masyarakat sekitar jakal aja yang ngrasain dampaknya..
Tapi juga masyarakat jogja bagian selatan yang bakal ngrasain banjir akibat air hujan yang tidak dapat teresap dengan baik oleh kawasan pegunungan (dalam hal ini termasuk sekitar jakal)

Kita juga bingung mikirin nasib para petani yang lahan pekerjaannya hampir musnah!
Kebanyakan dari mereka bukanlah kaum terpelajar..
Mempunyai lahan pertanian pun biasanya hanya karena warisan orang tua atau bahkan sekedar menggarap sawah punya orang lain..
Rendahnya logika yang dimiliki juga membuat keberadaan mereka semakin terancam..
Dengan mudahnya mereka melakukan deal dengan para pembeli tanah yang sebagian besar adalah kaum yang ahli banget ngrayu!
Dan dapat dipastikan, lahan tersebut juga hanya dihargai murah, mengingat mereka menganut “profit oriented”
Kalau sudah begitu, mau diapakan lagi?

Ugh..bete rasanya harus mbayangin mata pencaharian terpenting di Indonesia ini bakal punah!
Aku sengaja menekankan kata tersebut supaya kita sadar bahwa hajat hidup kita yang paling penting (baca : pangan) sebenarnya dikuasai oleh petani..
Maksutku kita tidak boleh menyepelekan hal tersebut..
Mau nggak mau, suka nggak suka, kita harus melindungi mata pencaharian tersebut dengan cara ikut melestarikan medianya juga (baca lagi : lahan pertanian)
Nasib kita di tangan para petani..
Kalo nggak, makan apa kita?

Jangan protes dulu..
Kalian mbayangin gimana repotnya dulu sih!
Padahal manfaatnya jauh lebih besar kalo kita mau concern mengenai hal tersebut loh..


Ancaman nggak cuma datang dari para kontraktor aja..
Tapi juga dari intern para petani yang menginginkan penerusnya kelak tidak bernasib seperti dirinya..
Mereka ingin buah hatinya bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih terhormat agar bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak..
Kenyataan mengapa timbul banyak daerah kumuh di perkotaan dan munculnya para gembel adalah karena mindset si anak petani yang menerima mentah2 bahwa pekerjaan orang tuanya tidak menjanjikan kesejahteraan..
Mereka merantau dengan harapan bisa mengubah hidupnya ke arah yang lebih baik, tentunya dengan bekal seadanya..
Parahnya, harapan indah tersebut harus sirna..
Mereka harus mengakui bahwa di kota, kaum intelektual lah yang lebih berkuasa!


Sayang sekali, kenyataan bahwa para petani malah menganggap rendah mata pencaharian yang telah menghidupi mereka selama bertahun-tahun..
Padahal menurutku pekerjaan mereka sangatlah mulia..
Kadang aku takzim sendiri karna bisa menikmati makanan, buah dari hasil kerja keras dan kesabaran mereka..


Hm..sepertinya aku tertarik buat jadi petani..
Kalo nggak ada yang mau, aku juga gpp..
Tapi aku pengen jadi petani modern! (hehe..petani juga bisa berevolusi loh)
Aku nggak mau lahanku dijajah dengan alasan untuk menyejahterakan masyarakat melalui pembangunan sektor riil yang berkesinambungan..
Beh..gombal!

Aku nggak mau tertipu!
Akan kubuktikan bahwa kehidupan petani lebih penting dari apapun juga!
Caranya??


Krik..krik.. (mikir)




Krik..krik..krik.. (masih mikir)









(Masih tetep) kriiiikkkkkkkkkk…..

Hehe, ternyata aku juga belum punya ide brilliant! (maap pemirsa)
Eh, tapi cita2ku itu bukan hanya keinginan belaka loh..
Suatu saat nanti..
Di saat aku telah cukup memiliki modal untuk membangun pertanian modern!
Akan kubuat petani Indonesia sejahtera!
Hingga tak ada yang berani mengganggu kelangsungan hidup kami!
Just wait and see!

To be continued.. (nantikan postinganku berikutnya) ^^

Tidak ada komentar: